DITO SAYANG ADIK




CERITA ANAK


DITO SAYANG ADIK

Oleh:WILIS PALUPI

‘Aaaaaaa……’ terdengar suara teriakan Dito dari kamar, Mama buru-buru berlari ke kamar mendapati Dito menangis sambil  memegang beberapa karyanya yang rusak di beberapa sisi, Angga si bungsu terlihat acuh dan tetap memainkan mobil-mobilan di lantai. ‘Mas Dito, Mama kan sudah bilang simpan karyamu di almari dan tutup kuncinya!‘ Mama lalu membawa Angga keluar kamar dan kembali lagi ke kamar membantu Dito memperbaiki karya yang telah rusak.
Hari ini Dito berangkat sekolah dengan wajah muram, beberapa prakarya yang telah dia selesaikan dan siap untuk dibawa ke sekolah banyak yang rusak karena ulah adiknya, Angga. Sehari sebelumnya Dito sudah menyelesaikan  prakarya yang berupa rumah dari stick kayu, Dito membuat 5 buah dan sudah menyimpannya di atas almari buku tapi saat akan dibawa ke sekolah dia menemukan prakaryanya lepas dibeberapa sisinya, walaupun akhirnya bisa disatukan kembali tetap saja Dito masih belum bisa menghilangkan rasa marahnya. Ini adalah kesekian kalinya Angga merusak karyanya, Angga memang bukan seperti anak seusianya, di usia 3 tahun Angga sama sekali belum bisa mengungkapkan ekspresinya secara verbal. Dia terus bergerak, bahkan saat tidurpun kadang Angga terbangun lalu menangis sepanjang malam, saat menginginkan sesuatu dia hanya meggandeng tangan orang yang ada didekatnya untuk mengambilkan, Angga juga belum mengerti arahan atau bahaya, semaunya dan sama sekali tidak bisa memahami saat dipanggil, kadang orang mengiranya bisu tuli tapi dilain waktu dia terus menirukan kata-kata orang yang ada didekatnya atau mengeluarkan racauan tidak jelas. Banyak hal masih harus mendapat bantuan, dari saat bangun tidur sampai Angga tidur lagi semuanya harus mendapat pengawasan. Sehingga mama dan Papa Dito selalu menekankan supaya Dito bisa lebih mandiri karena perhatian mereka tersita untuk mengurus Angga.

AUTISME

“Mas Dito, mama dan papa sudah ke dokter anak dan ke psikolog, mereka bilang adik Autis mas. Jadi sekarang Mas Dito juga membantu mama dan Papa mengawasi adik ya. Adik akan belajar lebih lama disekolah karena ada tambahan terapi, di rumah adik juga akan mendapatkan terapi. Ruang mainan Mas Dito sekarang akan dipakai Adik untuk terapi, nanti akan ada guru yang datang ke rumah untuk membantu adik supaya cepat mengerti’ Dito masih ingat ketika suatu sore usai les renangnya, Mama menjelaskan panjang lebar tentang kondisi Angga. Dan sejak kata Autis dia dengar, hari-harinya banyak sekali berubah. Dito harus lebih banyak mengalah dan mengerti.
‘Apa-apa Angga.. Mama Papa sudah tidak sayang lagi sama Dito, jelas Angga yang salah tapi Dito juga yang disalahkan..’ begitu gerutu Dito sambil sesekali menendang kerikil di jalan yang dilaluinya.
Sayup-sayup Dito mendengar namanya dipanggil panggil dari kejauhan, tapi Dito sedang sangat malas untuk ingin tau atau merespon, Dito tetap saja melangkah. Tapi suara yang memanggilnya semakin jelas, “Dito… Dito.. Tunggu…” Dito menoleh dan melihat Arman, teman sekelasnya terengah- engah.. Dito kamu bilang mau kerumahku dulu membantu bawa prakarya.. Gerutunya.
“Oh Iya Arman maaf, tadi aku lupa. Lihat ini, karya-karyaku dirusak dek Angga tadi” Dito lalu mengangkat plastic yang berisi prakarya untuk menunjukkan pada Arman. “Jelas Angga yang salah, malah aku yang dimarahi Mama!” Dito tampak berkaca-kaca lalu buru-buru mengusap sebelum air matanya jatuh.  
Arman melihat Dito yang tampak sangat marah, lalu menepuk pundak temannya dan menenangkan, “oh ya sudah Dito, karyamu masih bagus kok, pasti nanti banyak yang akan beli, ayo berangkat” Mereka kemudian melanjutkan perjalanan menuju sekolah. Sekolah Dito dan Arman tepat berada diujung perumahan, sehingga mereka bisa jalan kaki untuk pulang dan berangkat.
Hari ini adalah market day di sekolah Dito, dimana anak-anak bisa menjual dan membeli karya atau hasil masakan teman-temannya. Dito dan Arman berbinar karena karyanya sudah terjual. Lalu mereka menuju kelas lain untuk membeli beberapa kue yang tampak sangat lezat dan dihias warna warni. Saat menunggu kue-kue dibungkus, Arman berkata ‘Dito nanti makan dirumahku kan?’ Dito pun mengangguk.
Sejak mendapatkan diagnosa autisme, Angga harus menjalani diet untuk menghindari olahan makanan dari tepung terigu, susu dan gula, bahkan pada beberapa bumbu makanan seperti bawang dan buah-buah tertentu juga tidak bisa di konsumsinya. Dito tidak lagi bebas membeli snack atau makanan, dulu setiap pulang sekolah mama sudah menyiapkan kue-kuean yang dibuat sendiri, tapi kini Dito harus sembunyi-sembunyi saat ingin makan roti atau minum susu, karena saat Angga melihat atau bahkan bisa mendapatkannya maka Angga akan tantrum dan stimming seharian, butuh beberapa hari untuk membuatnya kembali tenang. Seperti siang ini Dito makan kue yang dibelinya di beranda rumah Arman, menghabiskannya dengan nikmat tanpa diburu-buru ketauan adiknya. Sesekali saat mereka sedang bercengkerama di beranda, Kiya Adik Arman berlari ke depan untuk menggoda ARman, melihat itu Dito terlihat cemburu ‘Coba adikku normal seperti Kiya, aku tidak harus sembunyi-sembunyi seperti ini untuk makan kue, ah aku tidak suka Angga…’ gerutunya.
‘Mas Dito, tidak boleh seperti itu, Angga tentu juga tidak mau menjadi autis, Mas Dito harus sayang dan membantu Angga belajar banyak hal, ya sayang ya…’ Tante Mila, Ibu Arman, keluar membawa jus buah dan megusap kepala Dito, dan seperti biasanya menasehati Dito untuk saying pada Angga. Dito hanya diam dan kembali menerawang sambil berpikir seandainya tidak memiliki angga saja.
Senin pagi tampak kesibukan di rumah Dito, hari itu Mama Papa dan Angga akan berangkat ke Jakarta. Angga akan dibawa untuk menjalani konsultasi untuk mendapatkan tata laksana biomedis, diet makanan dan terapi perilaku lebih lanjut.
“Mas Dito, Papa, Mama dan adik akan beberapa waktu di Jakarta, sementara Mama Papa pergi Mas Dito akan ditemani Opa dan Oma.. jangan nakal ya” Kata Papa sambil mengusap kepala dan mencium kening Dito. Diluar rumah, Mama terlihat kewalahan mengkondisikan Angga untuk masuk ke dalam Mobil, Angga terlihat meronta, menjerit dan terus mengeluarkan kata yang aneh tanpa makna sampai Papa datang dan mendekapnya lalu membawa masuk ke dalam mobil. Mama terlihat hanya melambaikan tangan.
Dito berbinar, melompat-lompat kegirangan “yess!! Tidak lagi ada si perusuh… yes.. yes.. yes…’ Dito tidak menyadari bahwa Opa memperhatikannya sedari tadi, melihat itu Opa lalu memegang pundaknya, “Mas, kalau misalnya kamu yang autis apakah mau kalau Adik senang melihatmu pergi seperti ini?” Dito menghentikan hentakannya lalu buru-buru masuk ke dalam kamar, mengambil tas dan berpamitan pada oma dan opa.
Sepanjang jalan Dito bersungut-sungut, “lagi-lagi aku yang disalahkan, kan memang benar Angga perusuh…”
Hari yang rasanya special sekali, Dito bisa makan kue kesukaannya dengan bebas tanpa harus bersembunyi di kamar, membuat istana dari lego tanpa khawatir datang Angga untuk merusaknya. Sampai tiba waktu tidur Dito merasa hari ini sangat nyaman, tidak lagi harus mendengar teriakan Angga seperti biasanya.
Sore itu Dito menghabiskan waktu di perpustakaan rumah, saat oma datang membawakan semangkok buah, Oma terlihat takjub melihat perpustakaan yang begitu rapi, ‘Wah.. rapinya, siapa yang merapikan kamar ini Mas? Alat tulis dan mainanmu juga rapi ya kembali ditempatnya… ‘ Dito pun baru menyadari apa yang dikatakan Oma, dia lihat seluruh ruang.
‘Iya ya, perpustakaan ini lebih luas dari kamar-kamar lainnya tapi tetap rapi’ gumam Dito. Bahkan beberapa mainan edikatif yang ada di ruang perpustakaan juga berjajar rapi dan bersih ditempatnya.
Sejak kecil Angga terlihat sangat detil dengan penempatan benda-benda yang ada dirumah, saat Dito membaca, bermain, bahkan saat pulang sekolah malas mengembalikan atau meletakkan tas ditempatnya, Angga sudah pasti merapikan lagi semuanya, hingga Mama dan Papa sering mengingatkan tidak boleh memanfaatkan Angga untuk melakukan hal yang menjadi tanggung jawabnya.  Mama selalu mengatakn Adik harus belajar flesibel dengan penataan jadi bukannya dimanfaatkan.
Dito mendadak mengingat betapa menurutnya Angga saat Dito membacakannya suatu cerita, walaupun pada bagian tertentu Angga terus meminta diulang-ulang, dengan cara memegang tangan Dito lebih kuat. Sudah tiga hari Angga tidak dirumah, dan sekarang Dito merasakan kehilangan. Biasanya setiap pulang, Angga selalu berada di depan pintu, dan selalu membukakan pintu saat Dito baru menapaki tangga teras mereka. Setelahnya Angga akan melompat lalu kembali dengan hal lain yang menarik perhatiannya sebelum sesi terapinya dimulai, jadi ketika Dito pulang terlambat Angga akan terus berdiri di depan pintu walaupun Mama memintanya untuk duduk atau kembali ke kamar. Walaupun Angga tidak pernah merespion apapun yang diucapkan Dito, tapi sekarang Dito baru menyadari mungkin itu cara Angga memahami kehadirannya sebagai kakak.
Dito tiba-tiba menuju telepon dan mencoba menghubungi Mama. Di seberang sana, Mama menjawab dengan sangat lembut “Mas Dito, besok dek Angga pulang karena mama sudah mendapat tiket, dek Angga akan belajar banyak hal dan menggunakan kartu-kartu, bisakah Mas Dito membantu Mama menyiapkannya untuk Adik?’ Dito terlihat sangat lega, mengangguk dan terlihat menahan tangis. Oma tampak ikut terharu dan memeluk Dito dan meletakkan telepon ke tempatnya. Tangis Ditopun pecah, dalam pelukan Oma, Dito berulang kali mengucapkan rasa sayangnya pada Angga…

“Dito sayang Adik, Oma….” 

Komentar